Selasa, 31 Agustus 2010

Masjid Berdampingan dengan Gereja dan Sinagoge

ADA sebuah kawasan di Kairo yang menjadi saksi bisu masuknya Islam ke Mesir. Yakni, kawasan Kairo lama. Di kawasan itu dulu terdapat Kota Fustat sebagai pusat pemerintahan Provinsi Mesir. Saat itu Mesir dipimpin Gubernur Amru bin Ash yang ditunjuk langsung oleh khalifah Umar bin Khathab yang berkedudukan di Madinah, setelah menundukkan kekuasaan Romawi di Mesir.

Memasuki kawasan Kairo lama, kita memang tidak bisa merasakan lagi kemegahannya. Khususnya, jika dibandingkan dengan kawasan Kairo modern yang penuh gedung bertingkat. Tetapi, sungguh sangat menarik jika kita melakukan penelusuran lebih jauh di Kairo lama. Terutama, memasuki lorong-lorong bawah tanah yang menjadi bagian kawasan asli waktu itu. Di sanalah saya menemukan gereja Kristen dan Sinagog Yahudi yang sampai sekarang masih aktif digunakan. Kedua tempat ibadah itu berada tidak jauh dari masjid besar Amru bin Ash yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan Mesir.

Beberapa kali saya sempat salat di masjid tua yang sudah berusia sekitar 1.500 tahun itu. Termasuk salat Tarawih. Saat itu imam salatnya menyenangkan. Bacaan Qurannya sangat bagus, suaranya merdu dan berwibawa. Salat di masjid itu terasa mantap dan khusyuk meski surat yang dibaca imam panjang-panjang. Setiap salat -dua rakaat, satu salam- rata-rata memakan waktu 15 menit. Maka, bagi yang menjalankan Tarawih 8 rakaat (plus tiga rakaat Witir), salatnya bisa memakan waktu sekitar satu jam. Sedangkan bagi yang menjalankan salat tarawih 20 rakaat (plus tiga rakaat salat witir), butuh waktu sekitar 2,5 jam.

Menjelang musim dingin seperti sekarang ini, waktu salat di Mesir dimajukan satu jam. Salat Isya yang biasanya pukul 21.30 menjadi pukul 20.30. Maka, salat Tarawih dengan 20 rakaat baru selesai sekitar pukul 23.30. Itu pun masih ada jamaah yang melanjutkan dengan salat Tasbih dan salat Tahajud, sepanjang malam.

Yang juga menarik, karena surat yang dibaca imam cukup panjang, banyak makmum yang menyimak sambil membaca kitab suci Alquran di tangan. Jadi, sambil berdiri salat, sebagian makmum membuka-buka Quran, sesuai dengan ayat yang dibaca imam. Pemandangan seperti itu jarang ada di Indonesia. Tetapi, di Mesir dan negara-negara Arab lainnya, salat seperti itu termasuk biasa. Bahkan, ada pula yang salat sambil membaca Alquran digital di handphone-nya. Yang tidak mengerti, mengira orang itu salat sambil SMS-an.

***

Amru bin Ash adalah panglima perang yang tangguh, sekaligus politikus ulung. Dia yang masuk Islam menjelang ditaklukkannya Kota Makkah, menjadi ujung tombak syiar Islam yang hebat di zaman Khulafaurrasyidin. Dia menjadi salah satu kekuatan inti sejak zaman Khalifah Abu Bakar. Prestasi terbesarnya pada zaman Umar bin Khathab, ketika dia bisa menundukkan kekuasaan Romawi yang waktu itu menjadi salah satu negara super power dunia bersama Kerajaan Persia.

Pasukan Amru bin Ash yang hanya 4.000 orang berhasil mengalahkan pasukan garis depan Romawi yang berada di kawasan sekitar Gaza sekarang. Setelah memperoleh bantuan pasukan 5.000 orang di bawah pimpinan Zubair, Amru bin Ash menyerang jantung pertahanan penguasa Romawi di benteng Babylon, Kairo. Dalam waktu sekitar tujuh bulan, kekuasaan Romawi yang dikawal pasukan yang berjumlah dua kali lipat itu pun runtuh.

Amru bin Ash membangun masjid di dekat kawasan benteng Romawi itu. Dia menamai kawasan ini sebagai Kota Al Fustat, yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Islam pertama di Mesir. Pada 642 M itulah dia mulai membangun Mesir sebagai sebuah provinsi yang besar dan menyiarkan agama Islam dengan damai kepada masyarakat Mesir yang sebelumnya dijajah bangsa Romawi. Dia pun memindahkan ibu kota Mesir dari Alexandria ke Fustat, yang tiga abad kemudian menjadi Kota Kairo.

Di dekat Masjid Amru bin Ash berdiri beberapa gereja Kristen dan Sinagog milik orang Yahudi. Amru bin Ash tidak mengutak-atiknya. Dia memberikan keleluasaan beribadah kepada masing-masing penganut agama Samawi itu. Di antaranya Gereja St Sergius yang berdiri pada abad ke-3 M. Gereja itu dibangun di sebuah gua yang dulu pernah menjadi tempat singgah Nabi Isa dan Bunda Maryam dalam pelariannya ke Mesir saat dikejar-kejar Raja Herodes, penguasa Romawi di Palestina.

Di bekas benteng Romawi juga didirikan Gereja Babylon yang menjadi pusat perkembangan Kristen Koptik di Mesir. Gereja gantung tersebut dibangun di bagian atas tembok-tembok benteng pada abad ke-7 M. Saya sempat masuk ke dalamnya dan menikmati desain bangunannya. Arsitekturalnya perpaduan antara Romawi dan Arab. Banyak tulisan kaligrafi di dinding maupun di atas pintu-pintunya.

Menelusuri lorong-lorong bawah tanah di kawasan Kairo lama, kami juga menemukan sebuah sinagog. Sayang, ketika kami hendak masuk ke tempat ibadah orang Yahudi itu, pintu gerbangnya baru saja ditutup. Pada hari biasa, sinagog bisa dikunjungi masyarakat sampai pukul 4 sore. Tetapi, selama Ramadan, jam kunjung sinagog hanya sampai pukul 3 sore.

Sinagog ini dibangun pada abad ke-9 M dan kemudian direnovasi oleh seorang Rabbi Yahudi dari Yerusalem pada abad ke-12. Tempat peribadatan tersebut kemudian dinamai Ben Ezra Synagogue sesuai dengan nama sang Rabbi. Amru bin Ash memelihara semua itu sebagai bagian dari wilayah kekuasaan yang dipimpinnya.

Keberadaan masjid yang berdampingan dengan gereja dan sinagog itu menunjukkan hidup berdampingan dalam tatanan yang saling menghormati dalam kedamaian. Saling menolong dan melindungi kepentingan bersama dari ancaman luar yang menghancurkan. Sahabat Rasul itu tahu persis bahwa Islam memberikan kebebasan dalam beragama. Apalagi, ketiga agama samawi itu adalah agama yang dibawa oleh keluarga Nabi Ibrahim alaihissalam...

* * *

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mendirikan sebuah cikal bakal negara di sana. Selain mendirikan masjid sebagai pusat dakwah dan perekat umat Islam, sang Nabi membuat perjanjian dengan masyarakat setempat yang sudah mapan lebih dulu. Perjanjian itu lantas dikenal sebagai Piagam Madinah.

Salah satu isi Piagam Madinah adalah memberikan jaminan keamanan bagi seluruh warga yang berbeda suku dan agama untuk menjalankan segala tradisi kebiasaannya. Termasuk kebebasan menjalankan agama masing-masing selama mereka ingin hidup berdampingan secara damai dalam negara yang sama. Konsep Piagam Madinah inilah yang kemudian menjadi tonggak sejarah bagi berdirinya negara-negara modern dalam semangat pluralisme yang saling menghormati.

''Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau (setidak-tidaknya) balaslah (serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu'' (QS. 4: 86). ''Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku'' (QS. 109: 6). (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 31 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=152931

Ziarah ke Gua Persembunyian Isa dan Maryam

Akhirnya, kami benar-benar meninggalkan Kota Luxor yang bertaburan situs penting dalam sejarah Mesir kuno. Kami berangkat pagi untuk menuju Kota Asyut yang berjarak sekitar 300 km dengan mengendarai mobil.

Menyusuri jalan sebelah timur Sungai Nil lebih baik jika dibandingkan dengan sebelah barat. Jalanan tepi barat adalah kawasan yang dikenal dengan nama zira'i alias jalanan pedesaan dan area pertanian. Sedangkan kawasan timur dikenal sebagai sakhrawi alias jalanan padang pasir. Lewat zira'i, perjalanan tidak akan lancar karena sering bertemu dengan perkampungan, pasar, dan iring-iringan kambing atau sapi. Sedangkan lewat sakhrawi jauh lebih lancar. Bahkan, rasanya seperti lewat tol meskipun harus melalui kawasan padang pasir nan tandus.

Sekitar empat jam perjalanan, sampailah kami di Kota Asyut. Sebuah kota yang bersih dan tenteram. Aliran Sungai Nil yang tenang menambah ketenteraman kota kecil itu. Tidak banyak situs Mesir kuno di kawasan tersebut. Tetapi, ada situs yang sangat menarik dari zaman Masehi. Yakni, tempat singgah Nabi Isa dan ibunya, Siti Maryam.

Sebelum pergi ke penginapan, saya memutuskan langsung berkunjung ke perbukitan Jabbal Asyut, tempat nabi Bani Israil itu singgah bersama ibunya. Daerahnya agak masuk dari jalan utama, sekitar 10 km. Kemudian, berbelok, naik ke perbukitan. Dari kejauhan, lokasi situs sudah kelihatan. Situs tersebut berupa sebuah gua besar yang kini sudah berubah menjadi sekelompok bangunan gereja: Deir Durunka. Di situlah terdapat salah satu pusat pengaderan biarawan Kristen Koptik untuk mengembangkan agamanya.

Untung, kami datang pada Agustus, saat perayaan datangnya Isa dan Maryam ke tempat tersebut dihelat. Jadi, jamaah yang berziarah sedang ramai-ramainya. Menurut panitia perayaan, jumlah jamaah yang datang bisa mencapai 1 juta orang dalam waktu 15 hari. Yaitu, mulai 7-22 Agustus.

Memasuki halaman Biara Durunka, saya mendengar suara puji-pujian dalam bahasa Arab, mirip orang Islam kala mengaji, yang disiarkan lewat pengeras suara. Ingin tahu isinya, saya membeli buku pujian itu. Bunyinya, antara lain:

Ummuna yaa 'adrak, yaa ummal masih.

Yalli fiiki daaiman biyikhlu almadiih.

Quluubna bitikhibbik khubb

ma lausy matsil.

A'idzin nufadhdhol janbik wa

naquulu taraatil.

(Ibunda kami sang perawan suci, wahai ibunda Almasih.

Yang ada pada dirimu selamanya pantas mendapatkan puji-puji.

Kami mencintaimu dengan sepenuh hati, cinta yang tak tertandingi.

Kami ingin selalu berada di sampingmu dan menghaturkan puji-puji.)

Memasuki kawasan gua suci, kami didampingi seorang biarawan bernama Abram. Dia menemani kami melihat-lihat sampai dalam gua yang ternyata cukup besar, seluas ratusan meter persegi. Di tempat itulah dulu perawan suci Maryam dan putranya, Nabi Isa, bersembuyi dari kejaran Raja Herodes yang hendak membunuh mereka.

Gua di Jabbal Asyut itu menjadi persinggahan terakhir ibu dan anak tersebut dalam menempuh perjalanan sekitar 1.000 km. Mereka berkelana sekitar tiga tahun, dimulai dari Palestina, menyeberang ke Mesir lewat Gaza dan Rafah, kemudian menyusur ke arah hulu Sungai Nil, tepatnya ke selatan. Waktu itu Nabi Isa masih berumur beberapa bulan. Dengan naik keledai dan didampingi Yusuf, paman Maryam, mereka singgah di berbagai kota di sepanjang Sungai Nil. Di antaranya, Tal Basta, Sakha, Wadi El Natrun, Bahnassa, Smalot, Dairut, Jabbal Kuskam, dan terakhir Jabbal Asyut.

Bersama biarawan Abram, saya melihat-lihat isi gua yang kini menjadi tempat peribadatan umat Kristen Koptik itu. Saya mengamati dua ruang yang pernah menjadi tempat tidur Maryam dan Isa. Yaitu, pojok kanan dan kiri bagian paling dalam gua. Di sana, banyak jamaah yang berkerumun untuk berdoa dan memohon berkah. Mereka berdoa sambil menghadap ke dalam ruang yang diberi pintu terali, yang di dalamnya terdapat foto Bunda Maryam dan Nabi Isa dalam ukuran besar. Foto ibu dan anak tersebut setiap perayaan tahunan seperti sekarang selalu diarak keliling Kota Asyut dengan dinaikkan ke kendaraan semacam kereta. Dalam waktu bersamaan, umat Kristen Koptik di sekitar Jabbal Asyut menggelar pasar malam dengan acara-acara meriah. Juga ada acara pembaptisan bayi dan anak-anak.

Peribadatan penganut Kristen Koptik memiliki sejumlah perbedaan dengan umat Kristen pada umumnya. Mereka mengaku memperoleh syiar agama lewat orang-orang suci pada zaman-zaman awal. Saya melihat foto Saint Markus dalam ukuran besar dipajang di dalam ruang gereja mereka. Orang suci itulah yang dimuliakan sebagai pembawa ajaran ke Mesir.

Salah satu di antara perbedaan tersebut adalah sembahyang tujuh kali dalam sehari yang mereka sebut sebagai as sab'u shalawat (salat tujuh waktu). Ibadah lima waktu di antaranya mirip dengan yang dijalankan oleh umat Islam, yakni pukul 06.00, 12.00, 15.00, 18.00, dan menjelang tidur. Sedangkan dua ibadah lain dilaksanakan pukul 09.00, yang mirip dengan salat Duha, dan tengah malam, yang mereka sebut sebagai nisyfu al lail, yang mirip dengan salat Tahajud. Mereka juga berpuasa 40 hari menjelang perayaan Paskah. Lalu, puncak perbedaan mereka dengan umat Kristen pada umumnya terdapat pada perayaan Natal. Mereka tidak memperingati Natal setiap 25 Desember, melainkan setiap 7 Januari.

***

Siti Maryam dan Nabi Isa adalah dua manusia yang sangat dimuliakan dalam Alquran. Mereka menjalani penderitaan dengan penuh kesabaran sebagai pengabdian yang tulus kepada Allah, sang Ilahi Rabbi yang mengutus mereka. Pada zaman Raja Herodes yang beragama pagan, seperti para firaun, ibu dan anak itu diancam dibunuh karena dikhawatirkan melahirkan masalah bagi Kerajaan Romawi.

Atas perintah Allah, mereka menjauh untuk sementara. Kemudian, mereka kembali kepada Bani Israil, menyiarkan agama tauhid untuk menentang agama-agama pagan yang dianut kebanyakan bangsa Romawi waktu itu. "Telah Kami jadikan putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami). Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar, yang memiliki banyak padang rumput dan sumber air bersih yang mengalir (QS. 23: 50)." (bersambung/c11/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 22 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=151669

Mencari Akhetaten, Kota yang Hilang

DI KOTA Asyut, kami hanya menginap semalam. Esok harinya, kami meneruskan perjalanan menuju kota berikutnya, Minya, yang berjarak sekitar 150 km dari Kota Asyut. Kami menempuhnya dalam waktu sekitar tiga jam di bawah pengawalan polisi Asyut sampai luar kota.

Perlu pengawalan polisi? Ternyata, kawasan Asyut terkenal dengan kelompok radikalnya. Polisi tidak berani mengambil risiko dengan membiarkan para turis berjalan tanpa pengawalan. Apalagi, turis asing yang tidak menguasai kondisi jalan sekitar Kota Asyut. Pengawalan secara estafet itu mengantar kami sampai benar-benar keluar dari Kota Asyut. Kami lalu disarankan menggunakan jalan zira'i alias jalan pertanian saja. Dengan begitu, kalau ada apa-apa terhadap kami di jalan, banyak orang yang bisa menolong.

Sebelum masuk ke Kota Minya yang sepi, kami memutuskan mencari situs yang jarang dikunjungi turis, yaitu sebuah kota yang hilang. Kota itu bernama Akhetaten. Itulah kota yang dulu menjadi pusat kerajaan Mesir kuno selama 16 tahun (1352-1336 SM) setelah Luxor. Rajanya bernama Ikhnaton, ayah Tutankhamun yang muminya menghebohkan karena berhias 120 kg emas.

Ada cerita menarik di sekitar Firaun Ikhnaton sehingga dirinya memindahkan ibu kota Luxor ke kota yang sama sekali baru, yang dinamai Akhetaten. Ternyata, firaun kesepuluh dalam dinasti ke-18 itu berpindah agama, dari agama pagan yang menyembah matahari ke agama tauhid yang menyembah Tuhan Yang Esa.

Ikhnaton terlahir dengan nama Amenhotep IV. Dia adalah anak Amenhotep III yang menyembah dewa matahari. Karena itu, namanya mengandung kata amun atau amen yang terkait dengan Amun Ra, sang dewa matahari. Dalam perjalanan spiritual, Amenhotep IV kemudian mengubah keyakinan. Dia membelot dan berganti nama menjadi Ikhnaton atau Akhenaten, yang bermakna pelayan Tuhan Yang Esa. Tuhannya bukan lagi Amun, melainkan Aton, sang pencipta matahari. Menurut beberapa kalangan, Amenhotep berpindah agama karena dipengaruhi ibunya, Quinty, yang konon keturunan Nabi Yusuf.

Dia lantas memindahkan ibu kota Kerajaan Mesir dari Luxor ke Akhetaten, kota yang dibangun dari nol. Sebuah kota di pinggiran Sungai Nil yang indah. Di situlah Ikhnaton mengembangkan agama tauhid selama 15 tahun masa pemerintahannya, didampingi istrinya yang terkenal cantik dan baik hati, Ratu Nefertiti.

Di bawah kepemimpinan Ikhnaton dan Nefertiti, Mesir mengalami masa transisi, termasuk revolusi dalam beragama. Ciri kuil-kuil yang dia bangun di sekitar Akhetaten berbeda dengan Kuil Karnak dan Luxor yang cenderung gelap karena tertutup atap dan pilar-pilar raksasa. Kuil Ikhnaton bernuansa terang dengan filosofi membiarkan matahari menyinari ruang-ruang di dalamnya.

Tetapi, pemindahan ibu kota kerajaan tersebut membuat para pendeta pagan yang menguasai Kuil Karnak dan Luxor geram. Karena itu, mereka mencari cara untuk menghalangi berkembangnya kekuasaan dan agama Ikhnaton. Momentum besar mereka dapatkan ketika Ikhnaton meninggal. Saat itu, anaknya, Tutankhaton, masih kecil. Dengan cerdik para pendeta pagan memengaruhi pejabat-pejabat kerajaan agar memilih menantu Ikhnaton yang bernama Smenkhkare sebagai pejabat sementara sambil menunggu Tutankhaton cukup umur.

Sekitar dua tahun masa transisi itu, Tutankhaton dilantik sebagai firaun dalam usia yang masih sangat muda, sembilan tahun. Para pendeta pagan yang berada di balik skenario tersebut bisa mengembalikan pengaruh agama pagan ke dalam istana. Maka, nama Tutankhaton diubah menjadi Tutankhamun. Kata Aton yang bermakna Tuhan Yang Esa diganti menjadi Amun yang bermakna dewa matahari. Sejak itu, ibu kota kerajaan dipindah lagi ke Luxor. Tutankhamun tidak bertahan lama dalam kekuasaan tersebut. Dia mati secara misterius dalam usia yang masih sangat muda, 18 tahun. Dia dimakamkan di Lembah Raja, sebagaimana jenazah para firaun.

Sedangkan Kota Akhetaten dibumihanguskan oleh para pendeta pagan, sehancur-hancurnya. Kota indah di tepi Sungai Nil itu kini hilang dari peta dan berganti nama menjadi Tell Al Amarna. Bisa sampai di situs reruntuhannya tidaklah mudah. Kami harus menyeberangi Sungai Nil bersama mobil kami dengan menggunakan feri. Setelah itu, kami melewati perkampungan padat untuk menuju kawasan perbukitan di kejauhan. Ketika kami sampai di sana, ternyata banyak warga setempat yang tidak mengetahui situs tersebut. Berkali-kali kami bertanya kepada penduduk, jawaban mereka selalu berubah-ubah. Membingungkan.

Ada yang menyebut situs kota yang hilang itu berada di sekitar perbukitan, tetapi ada juga yang menunjukkan arah sebaliknya ataupun lokasi yang berbeda lagi. Saya harus menyewa keledai milik penduduk setempat untuk menuju kawasan yang dimaksud. Sebab, kami tidak mungkin menggunakan mobil. Tetapi, hasilnya nihil. Akhirnya, kami memutuskan melanjutkan perjalanan menuju Kota Minya yang tidak jauh lagi.

Kami menuju dermaga penyeberangan untuk menunggu feri sekitar satu jam kemudian. Saat menunggu kapal itulah kami berbincang-bincang dengan seorang sopir tuk-tuk, kendaraan sejenis bajaj di Indonesia. Si sopir menyatakan tahu tentang reruntuhan situs yang kami maksud. Tetapi, papar dia, kami tidak bisa mencapainya dengan mobil. Kami harus naik tuk-tuk. Maka, kami berempat naik tuk-tuk menuju lokasi reruntuhan Kota Akhetaten.

Alhamdulillah, ternyata benar. Kami bisa melihat reruntuhan Kota Akhetaten zaman Ikhnaton yang sudah berusia lebih dari 3.000 tahun. Istananya benar-benar hancur, tinggal satu tiang besar yang tersisa. Di sekitarnya, tampak fondasi-fondasi bekas rumah kuno dalam radius beberapa kilometer. Secara umum, kawasan tersebut telah berubah menjadi dataran padang pasir yang tandus dengan batu-batu berserakan.

Dari kisah kota yang hilang itu, kita bisa memperoleh pelajaran bahwa perjuangan menegakkan kebajikan atas kebatilan tidak selalu mudah. Dibutuhkan pengorbanan yang besar dan kesabaran yang kuat sampai Allah memutuskan memberikan yang terbaik kepada hamba-hamba-Nya yang sabar dan istiqomah.

Kekuasaan boleh hilang, harta benda boleh lenyap, bahkan jiwa boleh melayang untuk memperjuangkan kebajikan. Tetapi, kebajikan tetap saja kebajikan dan kebatilan tetap saja kebatilan. Akan datang suatu masa kala kebajikan bersinar terang benderang, ketika umat memperoleh manfaat yang besar dari sebuah perjuangan.

"Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang baik, dan mencegah dari yang buruk. Merekalah orang-orang yang beruntung (QS 3: 104)." (bersambung/c11/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 23 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=151773

Kincir Nabi Yusuf di Kota Subur Fayoum

DARI Tell Al Amarna, kami meneruskan perjalanan ke Kota Fayoum. Ini adalah kota paling subur di Mesir. Jaraknya sekitar 170 km dari Kota Minya, tempat kami bermalam. Lepas dari Minya, kami menelusuri jalan zira'i, melewati desa-desa di sepanjang pinggir Sungai Nil. Sungguh menyenangkan melewati kawasan hijau penuh pepohonan setelah berhari-hari berada di jalan sakhrawi dengan pemandangan padang pasir nan tandus.

Berbelok ke arah barat, kami menyusuri sebuah kanal besar yang bersumber dari Sungai Nil sebagai aliran utamanya. Kanal itu dikenal sebagai Bahr Yusuf alias Sungai Nabi Yusuf. Sebenarnya, bukan hanya kanal itu yang mengairi kawasan Fayoum. Melainkan, ada lagi dua kanal yang mengapit tepi-tepi Kota Fayoum, yang bersumber dari Sungai Nil. Konon, kanal-kanal tersebut adalah peninggalan Nabi Yusuf yang hidup pada Zaman Pertengahan, Kerajaan Mesir kuno, sekitar abad ke-17 SM.

Ketika itu, sebagian besar kawasan Timur Tengah sedang dilanda musim kering berkepanjangan. Maka, Nabi Yusuf memperoleh kepercayaan dari raja yang berkuasa untuk mengatasi musim kering yang melanda selama tujuh tahun berturut-turut. Nabi Yusuf lantas membangun Kota Fayoum untuk dijadikan lumbung makanan bagi negeri Mesir dan sekitarnya.

Selama tujuh tahun menjelang datangnya musim paceklik itu, Nabi Yusuf berhasil menumpuk makanan sebanyak-banyaknya dari hasil pertanian di Kota Fayoum. Hasil kerja selama tujuh tahun berhasil mengatasi musim paceklik selama tujuh tahun berikutnya. Begitulah yang dijelaskan panjang lebar dalam Alquran, Surat Yusuf.

Bukan hanya orang-orang Mesir yang menerima berkah dari Kota Fayoum. Penduduk negeri-negeri di sekitar Mesir juga mendapatkannya. Di antaranya, Bani Israil yang tinggal di kawasan Palestina. Digambarkan dalam Alquran, saudara-saudara Yusuf berdatangan ke Mesir untuk meminta bantuan makanan untuk dibawa pulang ke Palestina yang berjarak ratusan kilometer dari Fayoum.

Setelah mereka tahu bahwa Yusuf yang menjadi pembesar di ibu kota Mesir itu adalah saudara mereka, serombongan besar keluarga Nabi Ya'kub pun hijrah untuk menetap di Mesir. Itu terbukti dalam penelitian arkeologi modern, kawasan Fayoum ternyata pernah menjadi permukiman bangsa Yahudi.

Orang-orang Yahudi saat itu bisa memperoleh izin tinggal di sana karena yang berkuasa di Mesir waktu itu adalah bangsa Hyksos yang berasal dari kawasan dekat Palestina. Pada masa-masa itu, Kerajaan Mesir kuno memang mengalami kemunduran dan dijajah bangsa-bangsa lain.

Secara garis besar, Kerajaan Mesir kuno terbagi dalam empat era. Yakni, Old Kingdom (abad 30-21 SM), Middle Kingdom (abad 21-16 SM), New Kingdom (abad 16-7 SM), dan yang terakhir adalah era Late Period (7-1 SM).

Pada era Old Kingdom dan New Kingdom itulah Mesir dikuasai para Firaun. Sedangkan pada era Middle Kingdom dan Late Period, Kerajaan Mesir terpecah-belah menjadi kekuasaan-kekuasaan kecil dan dijajah sejumlah bangsa asing. Sampai akhirnya jatuh ke tangan Yunani-Romawi pada akhir pergantian abad Masehi dan sesudahnya.

Nama ''Fayoum'' berasal dari bahasa Koptik. Yaitu, bahasa Mesir kuno yang sudah bercampur dengan bahasa Yunani: Phiom atau Pa-youm yang bermakna danau atau laut. Di kawasan itu memang terdapat danau cukup besar yang terbentuk sejak berabad silam. Danau tersebut memiliki ketinggian 45 meter di bawah laut, sehingga sulit menggunakan air danau untuk mengairi kawasan yang lebih tinggi di sekitarnya.

Karena itu, di sinilah kecerdikan Nabi Yusuf. Beliau mengalirkan air dari Sungai Nil yang berjarak sekitar 100 km ke danau tersebut. Ada beberapa kanal yang dilewatkan ke daerah pertanian seluas 340.000 hektare di Kota Fayoum.

Untuk meratakan distribusi irigasinya, Nabi Yusuf menggunakan teknik kincir air. Ada ratusan kincir air yang dipakai penduduk hingga sekarang. Salah satunya kincir raksasa yang diabadikan di tengah-tengah Kota Fayoum, dekat kanal utama yang dikenal sebagai Bahr Yusuf alias Kanal Nabi Yusuf.

Kini, Kota Fayoum menjadi lumbung padi bagi negeri Mesir. Berbagai macam hasil pertanian dikirim dari kota tua yang subur tersebut. Karena itu, banyak ungkapan yang bersifat pujian terhadap makanan yang lezat dikaitkan dengan Kota Fayoum. Misalnya, ayam Fayoumi atau ayam yang berasa lezat.

Memang benar adanya. Sebab, saya sempat berbuka puasa di kota itu dengan menu ayam Fayoumi. Demikian pula buah-buahan, sayuran, dan hasil pertanian yang baik-baik disebut sebagai Fayoumi...!

***

Nabi Yusuf adalah nabi keturunan Israil, atau sering disebut Bani Israil. Sebab, Israil adalah nama lain Nabi Ya'kub. Anak-anaknya berjumlah 12 orang, yang kelak menjadi 12 suku dalam Bani Israil pada zaman Nabi Musa.

Yusuf kecil dijahati oleh saudara-saudaranya dan dibuang ke sebuah sumur di kawasan Sinai. Yusuf ditemukan oleh seorang pedagang karavan dari negeri Madyan yang sedang lewat di daerah itu untuk mengambil air di sumur. Yusuf lantas dibawa pedagang tersebut untuk dijual di Mesir. Kawasan tempat menjual Yusuf itu adalah Fayoum. Kawasan tersebut memang menjadi tempat pemberhentian para pedagang karavan dari berbagai negara di sekitar Mesir.

Di Fayoum itulah Yusuf dibeli oleh seorang pembesar bernama Potiphar, orang Hyksos yang dekat dengan kalangan istana. Sayang, istri Potiphar mengakibatkan Yusuf dipenjara dengan tuduhan hendak memerkosanya. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya.

Wanita yang di dalam Alquran dikenal dengan nama Zulaikha itulah yang sebenarnya membujuk Yusuf untuk berlaku serong dan Yusuf berlari keluar ruangan. Celakanya, di depan pintu, ada suami Zulaikha yang lebih percaya kepada istrinya daripada Yusuf. Karena itu, Yusuf pun masuk penjara tanpa proses pengadilan.

Yusuf dipenjara selama tujuh tahun. Tapi, di sanalah dia justru memperoleh ilmu hikmah untuk menakwilkan mimpi yang kelak mengantarkan dirinya menjadi seorang kepercayaan raja. Sang raja bermimpi ada tujuh ekor sapi kurus yang memakan tujuh tangkai padi yang gemuk. Para pendeta pagan di sekelilingnya tidak ada yang bisa menakwili.

Tapi, Yusuf memberikan makna yang tepat tentang mimpi sang raja itu. Yakni, Mesir akan mengalami masa paceklik selama tujuh tahun setelah masa panen raya selama tujuh tahun. ''Yusuf berkata kepada raja: Jadikanlah aku seorang yang berkuasa untuk mengelola (hasil) bumi (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan'' (QS 12: 55).

Maka, atas bimbingan Allah, Yusuf membangun Kota Fayoum menjadi kota yang subur dan membekas hingga sekarang. Karya orang-orang yang berilmu, yang diniatkan ikhlas karena Allah semata, adalah karya abadi yang akan membawa manfaat buat umat manusia. (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 24 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=151922

Memphis dan Necropolis Pertama di Dunia

KELUAR dari Kota Fayoum membawa kami ke pemandangan padang pasir kembali. Kawasan hijau yang begitu subur berganti dengan pemandangan cokelat tanah dan bebatuan yang tandus. Tak jauh dari Fayoum, sekitar 80 km, kami memasuki kota tua yang sangat terkenal dalam sejarah Mesir kuno, yaitu Kota Memphis. Inilah ibu kota Mesir di zaman Old Kingdom selama lebih dari 1.000 tahun.

Bila dibandingkan dengan Luxor yang menjadi ibu kota New Kingdom, Memphis memainkan peran lebih lama. Bahkan, ketika ibu kota kerajaan Mesir kuno sudah dipindahkan ke Luxor, Kota Memphis masih berperan sebagai kota besar yang ramai. Luxor hanya berperan sekitar 500 tahun, sedangkan Memphis bertahan sampai lebih dari 3.000 tahun, hingga zaman Romawi berkuasa di Mesir.

Setelah itu, peran Memphis mengalami kemunduran seiring dengan datangnya kekuasaan Islam yang beribu kota di Kairo. Kini Memphis hanya berupa sebuah desa kecil. Ketika memasuki kawasan ini, kami disambut sebuah papan penunjuk bertulisan Village Memphis. Dan, memang benar, kami hanya menemukan sebuah museum tak seberapa besar di antara kawasan pedesaan yang tak lagi megah. Di museum itulah sejumlah peninggalan Kerajaan Mesir kuno menampakkan kejayaan masa lalunya.

Untuk melihat kemegahan Kota Memphis kita bisa menyaksikan langsung reruntuhan kotanya di kawasan yang sangat luas. Maka, kami pun hanya sebentar berada di dalam museum. Kami langsung menjelajahi ''bekas kota'' yang didirikan dinasti pertama kerajaan Mesir kuno. Kami pun bisa leluasa menyaksikan reruntuhan kota yang kini digali kembali oleh para arkeolog itu.

Adalah Firaun Menes atau yang lebih dikenal dengan nama Narmer yang mula-mula membangun Kota Memphis. Dia adalah raja pertama Old Kingdom yang berkuasa di abad 32 SM. Dialah Firaun yang pertama berhasil menyatukan Kerajaan Mesir Utara dan Selatan. Atau, di dalam sejarah dikenal sebagai Lower Egypt dan Upper Egypt.

Maka, sejak Narmer, Firaun Mesir menggunakan mahkota bertumpuk dua, yang dikenal sebagai double crown, sebagai simbol penyatuan kerajaan utara dan selatan. Kemudian dilanjutkan penyatuan lambang bunga lotus dan pohon papirus yang menjadi simbol kesejahteraan kedua kerajaan. Pemilihan Kota Memphis di lembah Sungai Nil, yang berada di perbatasan wilayah kerajaan utara dan selatan, itu juga sebagai lambang penyatuan.

Kota yang berada di ''pintu'' Delta Sungai Nil yang subur tersebut dikelilingi tembok yang melindunginya dari luapan Sungai Nil saat banjir tahunan. Kota itu diberi nama Ineb-Hedj, yang dalam bahasa Mesir kuno bermakna ''Tembok Putih'', menunjuk pada tembok yang mengelilingi kota. Sedangkan nama Memphis baru muncul kemudian, yang dalam bahasa Yunani bermakna ''Kota Indah yang Tertata Rapi'', karena di dalamnya banyak ditemukan taman yang indah dengan air mancur, kuil-kuil, dan istana-istana yang megah.

Bukti-bukti kemegahannya kini sedang direkonstruksi para arkeolog. Salah satunya, sebuah kota pemakaman yang dikenal sebagai Necropolis. Kawasannya membentang sepanjang 40 km. Di dalamnya terdapat lebih dari seratus piramida yang menakjubkan, serta ratusan makam para kerabat Firaun, pendeta, dan pejabat-pejabatnya. Areanya lebih luas daripada kawasan Lembah Raja yang sudah kami kunjungi di Luxor.

Sayang, karena usianya sudah lebih dari 5.000 tahun, penggalian kawasan ini membutuhkan keahlian dan kehati-hatian yang ekstra. Benda-benda bersejarahnya sudah banyak yang hancur dimakan usia, atau hilang dicuri para perampok kuburan Firaun. Tetapi, fisik kota secara kesuluruhan kini diupayakan direkonstruksi untuk dimunculkan kembali. Setidaknya, untuk kawasan Kota Makam yang disebut Necropolis itu.

Jika jenazah Firaun di Lembah Raja dimasukkan ke perut bukit berbentuk piramida, di Necropolis jenazah Firaun dimasukkan ke dalam perut ''bukit buatan'', yakni sebuah bangunan berbentuk piramida yang menjulang tinggi puluhan meter ke angkasa. Tentu, ini jauh lebih dahsyat karena membutuhkan keahlian dan waktu bertahun-tahun untuk merekonstruksinya.

Ide pembuatan Kota Makam datang dari seorang arsitek multitalenta yang terkenal zaman itu: Imhotep. Awalnya, makam-makam raja Mesir hanya berbentuk mastaba. Yaitu, sebuah ruangan yang dibentuk dari tumpukan batu yang di dalamnya terdapat peti mumi Firaun. Imhotep mengembangkannya menjadi sebuah bangunan piramida yang monumental. Karena jasa dan ide-idenya yang brilian itulah, di kawasan Necropolis kini didirikan Museum Imhotep. Di dalamnya, pengunjung bisa menyaksikan bagaimana Imhotep membangun sebuah piramida.

Piramida tertua adalah Piramida Sakkara. Bentuknya unik dan berbeda daripada piramida-piramida umumnya. Piramida yang menjadi makam Firaun Djoser dari abad ke-3 di zaman Old Kingdom itu berbentuk bangunan bertingkat yang mengecil di bagian puncaknya. Piramida ini sering juga disebut Piramida Djoser, nama Firaun yang berkuasa pada 2667-2648 SM itu.

Tinggi piramida tersebut sekitar 60 meter, bertingkat enam dan terbuat dari balok-balok batu kapur yang ditumpuk secara berjenjang. Ketika saya datang ke kompleks Sakkara, piramida tersebut sedang dalam renovasi. Kawasan makam ini memang masih terus diekskavasi untuk menemukan piramida-piramida lain. Para arkeolog sudah menemukan sebelas piramida. Di antaranya Piramida Userkaf, Unas, Pepi, Djoser, dan Sekhemket. Saat ini para arkelog menggali sebuah piramida lagi yang baru ditemukan.

* * *

Mesir benar-benar menjadi sumber artefak sejarah masa lampau. Bukti adanya peradaban yang tidak kalah dengan zaman sekarang. Tentu, dalam bentuk yang berbeda. Allah, sang Pencipta peradaban, memerintahkan kepada kita untuk melakukan perjalanan menyusuri peninggalan-peninggalan sejarah itu agar bisa mengambil pelajaran. Bahwa peradaban setinggi apa pun kelak akan runtuh dimakan waktu. Tak ada yang mampu mengalahkan sang Penguasa alam semesta.

''Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lantas memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka? Padahal, orang-orang zaman dulu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekasnya di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan (untuk mempertahankan kekuasaan) itu tidak dapat menolong mereka (dari kehancuran)'' (QS. 40: 82). (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 26 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=152244

Mencari Tempat Tenggelamnya Istana Qarun

KETIKA berada di Kota Fayoum kami penasaran dengan nama Danau Qarun. Apalagi, setelah saya telusuri, tidak jauh dari danau itu ada perkampungan yang juga bernama Desa Qarun. Apakah ini ada kaitannya dengan tokoh Qarun di zaman Nabi Musa, yang harta benda beserta istananya ditenggelamkan Allah, karena kesombongannya? Ternyata benar. Di sekitar danau itulah Qarun dan istananya ditenggelamkan.

Qarun adalah bangsa Israil sebagaimana Nabi Musa. Sejumlah penafsir Alquran mengatakan, Qarun adalah sepupu Nabi Musa. Sebagian yang lain menyebut paman Nabi Musa. Tetapi, di dalam Alquran memang hanya disebut sebagai ''kaum Musa''. Tidak begitu jelas apakah dia paman atau sepupu Nabi Musa.

Qarun hidup di zaman Firaun Ramses II sebagaimana juga Musa. Meskipun Qarun mengaku mengikuti agama Musa, dia justru sangat dekat dengan Ramses II yang memusuhi Rasul Allah itu. Bahkan, dia memperoleh penghasilan besar dari posisinya yang mendua. Ramses memanfaatkan Qarun untuk menjadi mata-mata dan pengendali Bani Israil agar tidak berbuat macam-macam yang bisa membahayakan kedudukan Firaun.

Sebagaimana kita ketahui, Bani Israil adalah bangsa pendatang di Mesir. Mereka datang ke negeri Firaun itu pada zaman Nabi Yusuf, sekitar abad 17 SM. Mereka memperoleh izin tinggal di Mesir karena penguasa saat itu adalah bangsa Hyksos yang secara emosional dekat dengan penduduk Palestina, Bani Israil. Namun, seiring dengan jatuhnya kekuasaan Hyksos ke tangan Firaun lagi di zaman New Kingdom, bangsa Israil menjadi bangsa kelas dua yang sering dianiaya Firaun. Banyak di antara mereka yang dijadikan budak dan ''pekerja paksa'' untuk membangun proyek-proyek Firaun. Sampai kelak dibebaskan oleh Nabi Musa, dengan cara eksodus ke Palestina kembali.

Qarun memainkan peran sebagai orang munafik, yang bekerja untuk kepentingan Ramses II. Karena itu, sebagian besar kaumnya sangat membenci dia. Tetapi, Qarun memiliki harta berlimpah ruah karenanya. Kekayaan Qarun digambarkan sangat fantastis. Dia sering pamer kekayaan kepada kaumnya yang miskin. Dia juga memiliki sejumlah pengikut, para penjilat penguasa.

Musa tak bosan-bosannya mengingatkan Qarun agar membagikan sebagian kekayaan kepada kaumnya dalam bentuk zakat. Bukan malah pamer kekayaan. Tetapi, kesombongan Qarun justru semakin menjadi. Dia kumpulkan seluruh harta bendanya untuk diarak keliling Kota Fayoum. Dia kerahkan puluhan kuda dan unta serta ratusan laki-laki dan perempuan semata-mata untuk pamer kekayaan.

Maka, Allah pun memberikan pelajaran dengan menghancurkan kekayaan Qarun di depan penduduk Fayoum. Istananya ditenggelamkan ke dalam perut bumi beserta segala isinya. Tanpa bekas, kecuali nama perkampungan Qarun, Danau Qarun, dan Qasr Qarun atau Istana Qarun.

Mengenai Istana Qarun terjadi pro dan kontra. Kami penasaran untuk menelusurinya. Kami sempat mendatangi sebuah reruntuhan bangunan yang disebut-sebut sebagai Istana Qarun. Lokasinya di dekat permukiman penduduk Desa Qarun. Kini sedang digali kembali oleh pemerintah bekerja sama dengan sejumlah arkeolog mancanegara. Tetapi, sejauh yang saya telusuri, bangunan bergaya Romawi itu bukan Istana Qarun, melainkan kuil peribadatan zaman Yunani-Romawi. Kuil itu dipersembahkan kepada Dewa Sobek alias Dewa Buaya yang menghuni Danau Qarun. Karena itu, di dalamnya ada patung manusia berkepala buaya sebagai ikon utama.

Kawasan Danau Qarun dan Fayoum yang subur memang pernah menjadi lumbung pangan bagi bangsa Romawi ketika menduduki Mesir. Mereka membangun markas tentara, permukiman, dan kuil-kuil di sana. Bahkan, juga vila-vila di pinggir danau. Tetapi, seiring dengan runtuhnya kekuasaan Romawi di Mesir, kawasan itu runtuh juga. Sebagian masih tertinggal jejaknya dalam bentuk reruntuhan, termasuk kuil Dewa Sobek yang dikira sebagai Istana Qarun.

Sedangkan Istana Qarun yang sesungguhnya berada di tepi danau, tapi kini tidak terlihat bekasnya lagi, karena ditenggelamkan oleh Allah, sebagaimana diceritakan dalam Alquran. ''Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (diri)'' (QS.28: 81).

***

Benarkah Istana Qarun dibenamkan Allah di sekitar Danau Qarun? Penelusuran geologis menunjukkan adanya kemungkinan besar di situ. Sebab, kawasan ini ternyata kawasan labil berupa patahan lempeng bumi yang pernah mengalami penurunan. Dan, itu terjadi sejak jutaan tahun lalu.

Karena itu, posisi Danau Qarun lebih rendah daripada permukaan air laut, sejauh 45 meter. Air danau itu agak asin karena mengalami penguapan terus-menerus, tanpa bisa mengalir untuk berganti air. Di zaman Nabi Yusuf, Kota Fayoum menjadi kawasan pertanian yang subur dengan cara mengalirkan air Sungai Nil yang berjarak sekitar 100 km di timur danau. Tetapi, aliran airnya justru mengarah ke barat, masuk ke Danau Qarun. Ini karena posisi danau itu memang lebih rendah daripada Sungai Nil.

Di zaman Qarun, kawasan ini mengalami gempa karena pergerakan patahan lempeng bumi. Akibatnya, Istana Qarun yang berada di tepi danau pun runtuh karenanya. Istana itu tenggelam beserta isinya ke dalam perut bumi. Sejak itu kawasan Danau Qarun menjadi lebih besar daripada sebelumnya. Kini, danau tersebut memiliki panjang sekitar 40 km membentang dari timur ke barat, dengan lebar sekitar 10 km.

Bagian utara-barat danau adalah perbukitan Jabbal Qatrani dengan ketinggian 350 meter. Sedangkan bagian selatan-timur adalah dataran rendah, puluhan meter di bawah permukaan laut. Di bagian yang runtuh inilah terbentuk danau dan menjadi tandon air bagi daerah sekitarnya.

Pada zaman Ramses II, Qarun memperoleh hadiah rumah di kawasan tepi danau. Bahkan, sebagian sumber mengatakan kawasan ini memang dihadiahkan kepada Qarun, sehingga danau dan desa yang ada di situ dinamai nama Qarun.

Allah memberikan pelajaran dengan banyak cara dan peristiwa. Pada dasarnya Allah ingin mengingatkan manusia agar memahami hukum alam yang sudah digelar-Nya; bahwa kebaikan akan berbalas kebaikan dan kejahatan akan berbalas kejahatan.

''Maka masing-masing Kami azab disebabkan oleh dosanya sendiri. Di antaranya ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, dan di antaranya ada yang ditimpa suara menggelegar, dan di antaranya ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antaranya ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri'' (QS. 29: 40). (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 25 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=152078

Dahshur, Piramida Bengkok yang Gagal

DARI kawasan Sakkara kami melanjutkan perjalanan ke Dahshur, yang sebenarnya lebih dekat dari Kota Fayoum. Tapi, kami sengaja mengunjunginya setelah dari Sakkara, karena Sakkara adalah piramida yang paling awal dibangun di zaman Mesir kuno. Piramida Dahshur dibangun setelahnya. Saya ingin merasakan proses yang berlangsung di zaman itu.

Kawasan Dahshur lebih sepi dibanding Sakkara. Demikian pula turis yang berkunjung ke kompleks piramida. Salah satu sebabnya, kawasan ini tidak sekaya Sakkara dalam hal peninggalan sejarah. Selain itu, Dahshur adalah kawasan militer, sehingga terkesan lebih angker dan tidak boleh sembarangan memasukinya. Tidak ada pedagang yang berani berjualan di sini. Di kawasan ini juga tidak ada persewaan kuda dan unta sebagai alat transportasi.

Namun beruntung, saya bisa ''menyewa'' unta milik polisi yang menjaga kompleks piramida ini untuk berkeliling kawasan. Saya harus naik unta karena cuaca di kompleks Dahsyur sangat terik, bermedan padang pasir yang luas. Bila melakukan eksplorasi dengan jalan kaki dalam keadaan puasa seperti sekarang ini, alangkah beratnya. Kami mungkin tidak tahan panasnya.

Sebenarnya, di Dahshur ada sebelas piramida yang dibangun pada zaman dinasti ke-4 sampai ke-12. Tetapi, yang utuh tinggal dua buah, yaitu Piramida Snefru Bent dan Red Piramid. Selebihnya sudah runtuh menjadi gundukan pasir dan bebatuan lapuk. Ini menunjukkan betapa tidak mudah membangun sebuah piramida yang bisa bertahan ribuan tahun.

Kompleks Dahshur memang lebih kecil dibandingkan dengan Sakkara. Areanya hanya membentang sepanjang 4 km. Bandingkan dengan Sakkara yang 7 km. Tetapi, yang menarik dari kawasan Dahshur adalah nilai sejarah pembuatan piramidanya. Inilah piramida kedua yang dibangun setelah piramida berjenjang di Sakkara. Maka, ada yang menyebut Piramida Dahshur sebagai piramida pertama yang berbentuk benar-benar piramida. Sebab, yang di Sakkara tidak berbentuk piramida murni, melainkan seperti sebuah bangunan bertingkat yang bertumpuk mengerucut.

Berdasar pengalaman Piramida Sakkara yang dibangun dinasti sebelumnya itulah, Raja Snefru (2613-2589 SM) membangun bentuk piramida yang lebih sempurna. Maka, dia memerintahkan para arsitek terbaiknya untuk merancang sebentuk piramida yang utuh. Sayang, kemiringan piramida itu terlalu terjal, yaitu 54 derajat. Dengan demikian, saat dibangun, para pekerja kesulitan merealisasikan bagian atas bangunan. Para arsitek kemudian mengubah sudut kemiringannya menjadi 43 derajat.

Namun, setelah jadi, ternyata piramida itu terlihat jelek. Bangunan piramida terlihat bengkok di bagian atasnya. Karena itu, sampai sekarang banyak yang menyebut Piramida Dahshur yang memiliki tinggi 105 meter sebagai Piramida Bengkok. Atau, ada juga yang menyebutnya Piramida Snefru-Bent.

Tentu saja, Raja Snefru tidak puas melihat hasilnya seperti itu. Dia kemudian memerintahkan untuk membangun kembali sebuah piramida yang lebih sempurna. Padahal, sebelum membangun Piramida Bengkok itu Snefru sudah bereksperimen dengan Piramida Maydum, yang terletak di kawasan lebih selatan dari kompleks Dahshur. Itulah piramida yang dibangun ayahnya, Firaun Sanakhit, di generasi sebelumnya. Dia bersama tim arsiteknya mengotak-atik Piramida Maydum sehingga mengalami kerusakan di sana-sini. Tetapi, Piramida Maydum memang masih mirip dengan Sakkara yang bentuknya berjenjang seperti anak tangga.

Akhirnya, Snefru tidak mau menggunakan Piramida Bengkok itu sebagai bakal makamnya. Dia bahkan membiarkan serta mengosongkan tanpa pernah memanfaatkan piramida itu. Dia lantas memerintahkan para arsitek membuat piramida lagi di kawasan yang sama, hanya berjarak sekitar 2 km dari Piramida Bengkok. Jadilah piramida yang kedua lebih sempurna. Namanya Red Pyramid yang dibuat dari bebatuan berwarna agak kemerahan. Di dalam ruang piramida itu terdapat grafiti menggunakan cat merah.

Selain desain konstruksi yang benar, pemilihan jenis batu sebagai bahan pembuatan piramida juga membawa pengaruh yang besar bagi ketahanannya dalam jangka panjang.

Bersamaan dengan pembuatan piramida kedua itu, Snefru membangun piramida yang lebih kecil untuk istrinya. Posisinya di sebelah Piramida Merah. Tetapi, kini kondisi piramida itu sudah banyak yang rusak.

Yang juga menarik, Raja Snefru ternyata adalah bapak dari Cheops yang membangun piramida paling terkenal di dunia, sehingga masuk sebagai salah satu bangunan keajaiban dunia, yaitu piramida di kawasan Giza. Snefru juga kakek dari Chepren yang membangun piramida selanjutnya di kompleks Giza yang terkenal itu. Di sana ada tiga piramida yang dibangun oleh keturunan Snefru.

Pengalaman Snefru menjadi pelajaran berharga bagi anak-cucunya untuk membangun kompleks Piramida Giza. Bukan hanya bentuknya yang sempurna, melainkan juga bebatuan yang menjadi bahan bakunya lebih kuat. Bila Piramida Snefru memiliki ketinggian 105 meter, yang dibangun anaknya di Giza lebih tinggi lagi, yakni 146 meter. Piramida anaknya juga bisa bertahan sampai kini meski sudah berumur lebih dari 5.000 tahun. Sayang, benda-benda berharga di dalamnya sudah lenyap. Termasuk muminya. Lagi-lagi karena ulah para pencuri kuburan Firaun!

* * *

Bekerja keras pantang putus asa dan mengambil pelajaran dari peristiwa sebelumnya adalah kunci sebuah keberhasilan. Tidak peduli apakah ia hanya mengejar kesuksesan duniawi ataupun ukhrawi. Bahkan, juga untuk sebuah kejahatan ataukah kebaikan.

Allah adalah Zat yang Maha Pemurah kepada siapa saja yang mau bekerja keras dan bekerja cerdas untuk mencapai tujuannya. Dia memberikan ''bantuan''-Nya berdasar sifat Maha Pemurahnya. Sebagaimana diceritakan-Nya dalam QS. 17: 18-21: Bahwa siapa saja bekerja sungguh-sungguh pasti akan mencapai tujuan. Tetapi, sambil mengingatkan bahwa kehidupan akhirat adalah tujuan utama yang harus diperjuangkan dengan sebenar-benarnya, karena akhirat adalah kehidupan yang jauh lebih berkualitas dibandingkan kehidupan dunia yang hanya sebentar.

''Untuk mencapai kesuksesan seperti ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja'' (QS. 37: 61).

''Maka apabila kamu telah selesai (mengerjakan suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (akan hasilnya) (QS. 94: 7-8). (bersambung/c2/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 27 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=152403

Kairo, Ibu Kota Negeri Seribu Menara

MENINGGALKAN kawasan Necropolis, kami memasuki ibu kota Mesir modern, yaitu Kairo. Inilah ibu kota keempat setelah Memphis, Luxor, dan Alexandria, yang menjadi pusat pemerintahan negeri Mesir selama ribuan tahun. Masing-masing ibu kota itu memiliki ciri khas yang sangat kental, terkait dengan peradabannya.

Memphis dan Luxor adalah ibu kota di zaman para Firaun beragama pagan. Karena itu, kedua kota tersebut meninggalkan artefak-artefak yang kental dengan tempat-tempat peribadatan agama pagan dan segala aksesorinya. Misalnya, kuil, patung sesembahan, dan makam raja-raja yang dipertuhankan.

Kondisi ini berbeda dengan Alexandria. Kota yang berseberangan dengan Eropa di Laut Mediterania itu banyak meninggalkan bekas-bekas yang terkait dengan peralihan agama pagan ke Kristen. Kota pantai ini menjadi saksi masuknya dua peradaban besar, yaitu Yunani dan Romawi, ke Mesir. Tetapi, kelak terbukti, mereka pun membawa peradaban Mesir dan juga pagan ke dalam budaya mereka.

Sebelum Nabi Isa terlahir, Alexandria menjadi pusat agama pagan ala Yunani-Romawi. Tetapi, setelah Nabi Isa lahir, berangsur-angsur Alexandria menjadi pusat penyebaran agama Kristen di Mesir. Akhirnya, terlahirlah agama Kristen Koptik yang khas Mesir, yang mengklaim sebagai penerima berita di masa-masa awal berkembanganya Kristen secara langsung.

Sedangkan Kairo sangat kental dengan budaya Islam. Kota ini dibangun kali pertama dengan nama Fustat oleh Amru bin Ash. Dia yang dikenal sebagai tokoh ''Pembuka Mesir'' itu menjadi gubernur pertama Kairo di zaman Khalifah Umar bin Khathab pada abad ke-7. Sejak itu, sang gubernur memindahkan ibu kota dari Alexandria ke Fustat.

Di zaman Ibnu Tulun, pusat pemerintahannya berpindah dari Fustat ke Al Qattai, yang juga berada di kawasan Kairo. Nama Kairo baru diperkenalkan pada zaman Kerajaan Fathimiyah pada 969 Masehi, dengan nama Al Qahiroh. Namun, nama tersebut terbaca oleh para pedagang Eropa sebagai Cairo. Maka, Kairo pun tumbuh secara khas dalam perpaduan budaya Arab dan peradaban Islam.

Pemilihan lokasi Kota Kairo agak mirip dengan Memphis sebagai ibu kota Mesir kuno. Kawasannya berada di dekat delta Sungai Nil yang subur. Luasnya sekitar 450 km persegi, dengan Sungai Nil membelah di tengah-tengahnya. Benar-benar sebuah kota yang indah dan strategis. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari pantai dan pelabuhan -sekitar 200 km- menyebabkan kota ini berkembang menjadi kawasan yang terbuka secara internasional, sejak belum adanya transportasi udara.

Kini, kota terbesar di Afrika dan dunia Arab ini menjadi kota yang sangat padat dengan kompleksitas tinggi karena jumlah penduduknya yang besar. Yakni, sekitar 10 juta di malam hari dan 20 juta pada jam-jam kerja di siang hari. Kompleksitas itu terjadi akibat berkembangnya Kairo menjadi Kairo Raya, yang mencakup kota-kota di sekitarnya. Otomatis banyak orang di sekitar Kairo yang masuk ke ibu kota Mesir itu.

Sebagai ibu kota yang didirikan oleh pemerintahan Islam, Kairo berkembang seiring dengan penyebaran agama Islam. Pembangunan masjid terjadi di semua penjuru kota. Ada ribuan masjid yang kini digunakan umat Islam Mesir yang berjumlah sekitar 70 juta jiwa. Di Kairo saja, ada sekitar 4.000 masjid. Sedangkan di seantero Mesir terdapat sekitar 24.000 masjid. Jumlah penduduk Mesir sekitar 80 juta, dan 80 persennya beragama Islam.

Jadi, bisa dibayangkan bagaimana ''ramainya'' angkasa Mesir oleh suara azan bila saat datangnya waktu salat tiba. Karena itu, pemerintah Mesir sempat menetapkan peraturan untuk menyatukan suara azan di seluruh Mesir agar terdengar lebih sejuk dan teratur. Setiap masjid cukup me-relay suara azan yang dipancarkan dari sebuah stasiun radio terbesar di Mesir. Tetapi, peraturan yang ditetapkan tiga tahun lalu itu sampai sekarang belum terlaksana karena terjadi pro-kontra di lapangan.

Demikian banyaknya masjid di Kairo sehingga dalam satu kompleks bisa berdiri beberapa masjid sekaligus. Misalnya, kalau kita berdiri di ketinggian Benteng Salahuddin ke arah barat, kita akan melihat dua masjid besar, Masjid Sultan Hassan dan Masjid Ar Rifai, berdiri berdampingan. Di sekitarnya terdapat tiga masjid lain yang lebih kecil.

Salah satu masjid yang sangat bersejarah dan hingga kini masih menjadi pusat pengkajian Islam adalah Masjid Al Azhar yang didirikan pada 972 M. Inilah masjid tertua nomor tiga setelah Masjid Amru bin Ash (dibangun 641 M) dan Masjid Ibnu Tulun (dibangun 876 M). Tetapi, aktivitas Masjid Al Azhar paling padat karena masjid ini berada di dalam kampus Al Azhar, salah satu universitas tertua di dunia, yang telah menghasilkan ribuan ulama di berbagai negara.

Memasuki kawasan Al Azhar bukan main ramainya. Bahkan, cenderung macet. Sebab, tidak jauh dari kampus ini ada pusat perbelanjaan terkenal, yaitu Bazar Khan El Khalili yang sangat legendaris. Di sebelah bazar ini juga ada masjid besar, yakni Masjid Hussein. Di sana terdapat makam cucu Rasulullah yang menjadi korban perang saudara di Karbala. Hampir setiap hari makam cucu Rasulullah dikunjungi umat Islam, terutama dari kalangan syiah. Saya sempat salat di Masjid Husein.

Tak jauh dari Masjid Hussein, ada lagi Masjid Sayyidah Zaenab, yang sekaligus menjadi tempat pemakamannya. Dia juga cucu Rasulullah, adik Sayyidina Hussein.

Ketika salat di Masjid Al Azhar yang sudah berusia lebih dari 1.000 tahun, kita bisa merasakan kadar spiritual yang melingkupinya. Dari masjid inilah ribuan ulama Islam di seluruh penjuru dunia dihasilkan. Kajian-kajian dengan sistem halaqoh yang tradisional masih digelar di dalam masjid, melengkapi metode pembelajaran modern di dalam kelas-kelas kampus Al Azhar.

***

Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Kota Madinah, yang pertama beliau bangun adalah Masjid Quba'. Dari masjid inilah Rasulullah memulai penyebaran agama Islam untuk menyembah Allah yang Esa, dan menata peradaban umat. Setelah itu, beliau membangun masjid demi masjid untuk mengembangkan perjuangannya, sekaligus mengikat erat persaudaraan umat Islam secara berjamaah.

Tidak heran bila para sahabat Nabi dan pengikutnya meniru beliau dalam menyiarkan Islam ke berbagai penjuru dunia. Yakni, membangun masjid sebagai awal dari pembentukan umat. Termasuk ketika umat Islam masuk ke Mesir, mengalahkan kekuasaan Romawi yang menjajah. Masyarakat Mesir sangat bergembira ketika tentara Islam berhasil meruntuhkan kekuasaan Imperium Romawi, dan kemudian membangun Masjid Amru bin Ash yang legendaris itu.

Masjid yang hebat menjadi fondasi umat yang hebat pula. Dari sinilah berkumandang puji-pujian untuk Allah, Sang Penguasa Alam Semesta. ''Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk memuliakannya, dan disebut nama-Nya di waktu pagi dan petang hari'' (QS. 24: 36). (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 30 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=152772

Bangun Piramida Giza dengan 2,5 Juta Batu

Tidak lengkap berbicara piramida tanpa membahas Giza. Inilah kompleks terhebat di kawasan Necropolis -Kota Pekuburan- Memphis. Piramida tersebut masuk dalam ''Delapan Keajaiban Dunia'', yang menakjubkan dari sisi desain serta mampu bertahan lebih dari 5.000 tahun.

Kompleks yang dibangun raja Khufu dari dinasti ke-4 itu memiliki luas sekitar 13 hektare. Di dalamnya ada tiga piramida utama yang dibangun anak cucu raja Snefru. Snefru dikenal dengan Piramida Bengkok-nya di Dahshur.

Di antara tiga piramida utama itu, yang tertinggi dibangun raja Khufu alias Cheops (2589-2566 SM). Saat dibangun, tingginya 146 meter. Tapi, kemudian runtuh di bagian ujungnya sehingga tinggal 136 meter. Bagian ujung itu kini dipasangi kerangka besi berbentuk ujung piramida yang hilang untuk menunjukkan ketinggian sesungguhnya.

Piramida kedua dibangun Chefren (2558-2532 SM), anak Khufu. Tingginya 136 meter. Lebih rendah 10 meter dari milik ayahnya. Tapi, karena piramida itu dibangun di atas dataran yang lebih tinggi, secara kasatmata terlihat lebih tinggi dari piramida pendahulunya.

Tampaknya, Firaun Chefren bimbang untuk lebih meninggikan piramidanya dibanding piramida ayahnya. Tapi, dia segan kepada ayahnya. Jalan tengahnya, dia membuat piramida lebih rendah daripada piramida ayahnya namun dengan fondasi lebih tinggi. Karena itu, hasilnya tetap saja terlihat lebih tinggi.

Piramida ketiga dibangun Menkhaure (2532-2503 SM), anak Chefren alias cucu Khufu. Tinggi aslinya ''hanya'' 66,5 meter. Tapi, kemudian bagian atasnya runtuh sehingga tinggal 62 meter.

Di kompleks Piramida Giza juga ada enam piramida berukuran lebih kecil sebagai makam istri-istri raja dan ibunya. Tiga piramida di sebelah Piramida Menkhaure, tiga lainnya di sebelah Piramida Khufu. Salah satunya makam ratu Hethepheres yang tak lain adalah istri Firaun Snefru atau ibu raja Khufu. Piramida itu dibangun karena Piramida Dahshur yang disediakan untuk makam sang ibu mengalami masalah desain. Dan, memang terbukti hancur lebih dulu.

Proses pembangunan piramida itu masih kontroversial, sekaligus menakjubkan banyak pihak. Terutama Piramida Khufu yang paling tinggi dengan ruang raja alias King's Chamber yang dibuat dari batu granit utuh seberat puluhan ton.

Dalam wacana umum di kalangan arkeolog, dipercayai bahwa Piramida Khufu dibangun selama lebih dari 20 tahun, hampir sepanjang masa kekuasaannya. Dia mengerahkan tenaga kerja lebih dari 100 ribu orang yang bekerja secara bergantian, dibantu tak kurang dari 20 ribu binatang ternak. Binatang-binatang itu dimanfaatkan untuk menarik batu-batu besar seberat 2,5 ton sampai 15 ton, yang tidak mungkin dilakukan tenaga manusia.

Karena itu, pembangunan sebuah piramida benar-benar merupakan proyek raksasa yang luar biasa menakjubkan. Baik dari segi jumlah pekerja yang terlibat maupun jumlah batu yang dipakai untuk menyusunnya. Batu yang digunakan diperkirakan berjumlah 2,3-2,5 juta, bergantung ukuran piramidanya. Sebab, ukuran batu di bagian bawah lebih besar dibanding di bagian atas.

Yang di bawah berfungsi sebagai fondasi sehingga harus berukuran lebih besar dan lebih kuat. Setiap balok batu berukuran lebar 1 meter, panjang 2,5 meter, dan tinggi 1,5 meter. Bobot setiap batu mencapai 6,5-10 ton. Di lapisan yang lebih tinggi, bobotnya lebih rendah, sekitar 1,3 ton, dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 meter. Biasanya, para ahli Mesir kuno menyebut bobot rata-rata batu itu 2,5 ton. Jadi, bila dikalikan jumlah batu penyusun piramida 2,5 juta buah, bobot Piramida Khufu kira-kira 6,25 juta ton.

Tentu, itu membawa konsekuensi desain yang luar biasa, mulai kekuatan tanah pendukung, fondasi, jenis batu yang dipakai, ukuran dan kepadatan, sampai bentuknya agar tidak mudah runtuh sebelum waktunya. Juga, tingkat kesulitan dalam pembuatan. Ternyata, semua itu bisa diatasi dengan baik oleh arsitek Piramida Giza, Hemiunu, yang masih cucu raja Snefru dari pangeran Nefermaat. Tidak sia-sia Snefru bereksperimen dengan Piramida Bengkok-nya di Dahshur.

Karena itu, untuk membangun Piramida Giza, kawasan yang dipilih adalah gunung batu kapur Giza. Ada empat alasan yang melandasi. Yang pertama, berhitung pada kemampuan atau daya dukung lahan terhadap beban piramida yang demikian berat. Kedua, sebagai tambang bahan baku untuk piramida dengan cara memotong-motong bukit kapur itu dalam bentuk balok batu berukuran tertentu. Kesamaan jenis batu dengan lahan tempat piramida tersebut membuat hitungan konstruksinya menjadi lebih sederhana dan terjamin.

Ketiga, pemilihan dataran tinggi membuat piramida terbebas dari banjir tahunan Sungai Nil yang selalu meluap menggenangi daerah yang luas. Terutama sebelum ada Bendungan Aswan. Yang keempat, itu adalah kawasan barat Sungai Nil yang memang dipersyaratkan bagi kawasan pemakaman para penyembah dewa matahari.

Tentang pembangunan tersebut, seorang ilmuwan Jerman, Franz Lohner, punya pendapat lain. Menurut dia, dengan teknik katrol, pembangunan Piramida Khufu sebenarnya tidak perlu mempekerjakan 100 ribu tenaga kerja ditambah 20 ribu binatang. Tapi, cukup dengan 6.700 tenaga terampil untuk masa pengerjaan yang sama, 20 tahun.

Jika jumlah pekerja ditambah menjadi dua kali lipat, piramida tersebut akan selesai dalam waktu 10 tahun. Semua itu sangat mungkin dilakukan pada zaman tersebut karena tidak menggunakan peralatan berat dan teknologi tinggi, melainkan dengan kecerdikan memanfaatkan bobot tenaga pekerja sendiri.

Mereka cukup mem bangun katrol di bagian atas piramida yang sedang dibangun. Lantas, ''menimba'' batu dari bagian bawah piramida melewati kemiringannya yang bersudut 52 derajat itu. Mirip orang menimba air sumur.

Tapi, di piramida tersebut, pekerjanya menarik batu seberat 2,5 ton dengan bobot mereka yang bergerak turun di bidang miring piramida. Jadi, setiap batu yang berbobot 2,5 ton cukup ditarik sekitar 40 orang yang berjalan menuruni lereng piramida, maka batu 2,5 ton itu pun bergerak ke bagian atas piramida dengan mudah.

***

Kecerdikan manusia bisa mengatasi segala masalah di sekitarnya. Allah sudah menyiapkan segala sesuatunya di alam yang diciptakan-Nya. Juga, pada diri manusia sebagai potensi serta memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk membangun peradabannya.

''Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu semuanya...'' (QS 2: 29). Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya, semua itu amat mudah bagi Allah (QS 22: 70). (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 28 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=152545

Ramses II Punya Puluhan Istri-Ratusan Anak

MASIH berada di Valley of The King, kami tertarik terhadap makam terbesar di Lembah Raja. Makam itu berada di KV (kavling)-5. Di dalamnya, ada 121 ruang jenazah dan puluhan lorong panjang. Makam yang ditemukan oleh pakar Mesir kuno asal Amerika Serikat, Kent Weeks, tersebut digali lagi dan direkonstruksi selama enam tahun. Sampai sekarang, situs itu belum bisa dikunjungi peziarah. Diduga, makam tersebut merupakan kuburan anak-anak Firaun Ramses II.

Berdasar catatan sejarah, Raja Ramses II memang memiliki puluhan istri. Yang paling disayang adalah Nefertari, cinta pertama Ramses II ketika berusia 15 tahun. Sebagai bukti cinta mendalam kepada sang permaisuri, Ramses II membuat sejumlah patung di beberapa lokasi. Patung tersebut berduaan. Beberapa di antaranya terdapat di Abu Simbel. Di sana, Ramses II membuat kuil besar berisi patung diri dan istrinya dengan dikawal Hathor, sang dewi cinta.

Sekian tahun beristri Nefertari, Ramses II punya beberapa anak. Sayang, anak laki-laki mereka meninggal ketika masih berusia belasan tahun. Namanya Amunherkhepseshef. Dia digadang-gadang menggantikan kekuasaan Ramses II. Setelah itu, Ramses II mengawini banyak perempuan sebagai selir. Tapi, lagi-lagi 12 anak lelaki Ramses II dari para selir meninggal dalam usia muda. Ramses II lantas mengambil selir lagi sampai berjumlah puluhan orang. Dari istri dan seluruh selir itu, Ramses II memiliki 156 anak. Rinciannya, 96 laki-laki dan 60 perempuan.

Anak laki-laki yang kemudian dia angkat sebagai pewaris takhta adalah Merneptah, buah perkawinannya dengan Nefertari. Merneptah kemudian digembleng secara militer oleh Ramses II dan menjadi panglima perang pada akhir kekuasaan ayahnya. Setelah 30 tahun berkuasa, Ramses II mengangkat diri sebagai Tuhan bagi masyarakat Mesir. Dia menahbiskan diri sebagai Tuhan pada upacara yang dikenal sebagai Sed Festival. Penuhanan Ramses II itu kelak memberikan jalan yang mulus bagi Merneptah untuk mewarisi kekuasaan.

Ramses II adalah firaun terbesar sepanjang sejarah Mesir kuno. Raja ketiga dalam dinasti ke-19 kerajaan Mesir kuno itu digelari para ahli sejarah sebagai Firaun The Great. Dia adalah penerus Firaun Seti I, yang mendidiknya sejak masih kecil untuk menggantikan posisinya. Ramses II adalah cucu Ramses I, pendiri dinasti ke-19 kerajaan Mesir kuno. Ramses II menaiki takhta kerajaan saat berumur 24 tahun, setelah meninggalnya Firaun Seti I.

Ketika naik takhta, Ramses II mengangkat ibunya, Tuya, sebagai ibu suri kerajaan sekaligus penasihat dalam mengelola pemerintahan. Di tangan dialah kerajaan Mesir sangat disegani negara-negara sekitar. Kekuasaannya sangat luas, terbentang dari Abu Simbel hingga Alexandria di Laut Mediterania. Pasukannya berjumlah sekitar 100 ribu orang. Jumlah pasukan yang sangat besar kala itu. Karena itu, nyali siapa saja akan ciut kala menghadapi Ramses II.

Beberapa negara tetangga pernah diserbu pasukan Ramses II. Salah satunya adalah Syria. Ramses II mengerahkan 20 ribu tentara kala itu. Perang terbesar yang dinamakan Perang Kadesh tersebut diabadikan oleh sang firaun dalam kuil yang dibangun di sejumlah tempat. Di antaranya, Kuil Abu Simbel, Karnak, Luxor, dan Ramaseum. Perseteruan dengan Kerajaan Syria berakhir dengan perkawinan politik antara Ramses II dan anak raja Syria dari bangsa Hittites.

Selain itu, Ramses II berperang dengan para bajak laut di kawasan Laut Tengah dan suku Nubia, yang mengancam kekuasaannya. Meskipun kelak suku Nubia berhasil merebut kekuasaan Ramses II dan menjadi dinasti ke-25 kerajaan Mesir kuno, masa pemerintahan Ramses II sangat panjang, yaitu 67 tahun (1279-1213 SM). Para penggantinya tidak memiliki kehebatan seperti Ramses II. Karena itu, dinasti ke-19 tersebut runtuh dalam waktu 20 tahun sesudah kekuasaan Ramses II berakhir. Dalam masa itu, terdapat delapan firaun penerus Ramses II, termasuk Merneptah.

Ramses II meninggal dalam umur 97 tahun setelah sakit keras. Menurut analisis terhadap muminya, sebelum meninggal Ramses II terkena penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah dan persendian akut. Karena itu, posisi dia ketika berjalan bungkuk. Berdasar data mumi itu pula, diketahui rahang Ramses II bengkak karena mengalami infeksi akut pada gigi-gigi. Firaun The Great yang meninggalkan karya paling banyak di seluruh penjuru Mesir tersebut akhirnya kalah oleh usia!

***

Ramses II adalah profil seorang manusia ambisius. Sejak kecil, dia dididik ayahnya, Firaun Seti I, untuk menjadi orang besar. Benar, pada usia 24 tahun dia menjadi penguasa kerajaan Mesir kuno yang paling mengesankan sepanjang sejarah. Hanya dalam waktu 20 tahun, dia bisa mengendalikan kerajaan besar itu sepenuhnya tanpa penanding.

Tidak puas sekadar menjadi raja, sang firaun menahbiskan diri menjadi Tuhan pada usia 54 tahun, ketika sudah menggenggam kekuasaan 30 tahun. Rupanya, berkuasa terlalu lama memang membawa dampak psikologis yang tidak baik buat seseorang. Dia menjadi Tuhan bagi masyarakat Mesir kuno selama sisa kekuasaannya, 37 tahun kemudian.

Dia merasa bisa memperoleh segala-galanya dengan kekuasaan itu. Kekayaannya berlimpah ruah. Pasukan militernya ratusan ribu orang dan sangat ditakuti pada zaman tersebut. Apalagi, yang memimpin pasukan perangnya adalah Merneptah, anak yang digadang-gadang menggantikannya.

Karyanya sangat banyak dan menjadi peninggalan sejarah yang dominan pada zaman Mesir modern, tersebar mulai hulu Sungai Nil di Abu Simbel sampai muara Laut Mediterania. Dia membangun kota, tempat-tempat peribadatan yang banyak dan besar-besar, serta makam paling luas di Valley of The King.

Dalam Alquran, Firaun Ramses II digambarkan sebagai orang yang sangat sombong. Dia mengatakan kepada rakyat bahwa kerajaan Mesir dengan segala kekayaannya adalah miliknya. Bahkan, dialah yang menguasai hidup dan mati mereka. Karena itu, dia merasa pantas menjadi Tuhan yang harus disembah.

Tetapi, Alquran mengingatkan kepada kita tentang sebuah kekuatan yang benar-benar berkuasa. Dialah yang sesungguhnya mengendalikan alam semesta dan drama kehidupan di dalamnya. Karena itu, sang firaun pun dibuat semakin tak berdaya karena dimakan usia. Ramses II meninggal dalam usia sangat renta dengan berbagai macam penyakit yang menggerogoti. Dia berjalan tertatih-tatih dengan tubuh yang bungkuk, seperti terlihat pada muminya!

"Allah yang menciptakanmu, kemudian mematikanmu, dan di antaramu ada yang dikembalikan ke kondisi yang paling lemah sehingga menjadi (pikun) tidak mengetahui lagi apa-apa yang pernah diketahui. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa (QS. 16:70)." (bersambung/ari)

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 20 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=151340

Hatshepsut, Firaun Perempuan yang Menyaru Laki-Laki

Keluar dari Lembah Raja, kami memutuskan untuk mengunjungi situs Kuil Hatshepsut. Inilah kuil yang dibangun Firaun perempuan dalam era Kerajaan Mesir kuno pada abad 15 SM. Lokasinya di balik bukit yang mengelilingi Lembah Raja.

Sebenarnya masih ada sejumlah situs menarik lainnya di Luxor. Sayang, kami harus segera melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Nil lebih ke utara. Dengan demikian, Kuil Hatshepsut menjadi situs terakhir yang kami kunjungi di bekas ibu kota New Kingdom itu.

Keluar dari Valley of The King, hari sudah menjelang sore. Karena itu, kami agak tergesa-gesa menuju Kuil Hatshepsut. Sebab, jika terlalu sore, kami akan kehilangan momentum cahaya matahari untuk memotretnya. Lantaran tergesa-gesa, kami jadi keliru jalan.

Tapi, kekeliruan itu justru membuat kami menemukan dua patung raksasa dari zaman Amenhotep III yang eksotis. Dua patung yang sudah rusak wajahnya tersebut konon berada di pintu gerbang kuil yang dibangun Amenhotep III dari zaman Firaun tiga generasi setelah Hatshepsut. Situs itu kini sedang digali kembali.

Setelah mengambil gambar beberapa objek, kami menuju Kuil Hatshepsut yang ternyata tidak jauh dari dua patung Colossi of Memnon itu. Lokasinya benar-benar eksotis. Kuil yang pernah ditempati para biarawan Kristen pada awal-awal tahun Masehi tersebut menempel di dinding tebing yang curam.

Jadi, separo bangunannya dipahatkan ke bukit, separo lagi disusun dari bebatuan kapur yang juga diambil dari bukit-bukit di sekitarnya. Kalangan Kristen menyebut kuil itu sebagai Deir El Bahri alias biara di pinggir sungai besar, yakni Sungai Nil.

Halaman kuil itu demikian luas, sehingga untuk menuju pintu gerbangnya perlu menggunakan kereta ulang-alik seperti di Lembah Raja. Tempat parkirnya bisa menampung ratusan mobil peziarah. Di pinggiran kawasan parkiran itu terdapat pokok-pokok kayu Myrh alias pohon kemenyan yang pada zaman Firaun dulu berjajar rimbun. Pohon kemenyan tersebut didatangkan dari negeri Somalia yang dulu menjadi partner perdagangan Hatshepsut. Tapi, kini pohon-pohon itu sudah tidak ada, sehingga suasananya menjadi demikian terik.

Di bagian tengah lapangan luas tersebut ada jalan utama yang mengantarkan ke gedung kuil bertingkat tiga itu. Di sepanjang jalan utama terdapat bekas-bekas patung singa berkepala domba sebagaimana terdapat di Kuil Karnak. Menyusuri jalan itu, pengunjung akan sampai ke jalanan naik untuk menuju ke lapangan yang lebih tinggi dan luas. Semacam teras utama, sebelum memasuki kuil yang sesungguhnya.

Dari teras utama, untuk menuju kuil peribadatannya, pengunjung harus naik satu tingkat lagi melewati jalan mendaki yang lebar. Di pilar-pilar penyangga kuil itu, Hatshepsut membuat berbagai ornamen yang menggambarkan dirinya sebagai anak Tuhan.

Sementara itu, di sebelah kanan jalan utama, ada gambar seorang bayi yang baru dilahirkan oleh Dewi Neith, sang Dewi Perang. Tampaknya, Hatshepsut ingin mencitrakan dirinya sebagai sosok perempuan yang kuat, sehingga pantas menjadi Firaun.

Lebih ke kanan, di bagian ujung, terdapat ruangan Anubis yang berisi gambar-gambar mural berwarna-warni di dinding-dindingnya. Mural itu bercerita tentang Firaun Tuthmosis III yang sedang melakukan persembahan kepada Dewa Matahari, Ra Harakhty. Tuthmosis III adalah anak tiri Hatshepsut, yang semestinya berhak atas kekuasaan kerajaan tapi direbut oleh Hatshepsut.

Suami Hatshepsut adalah Tuthmosis II. Dia mempunyai istri Neferu Ra sebagai permaisuri dan memiliki anak yang kelak menjadi Tuthmosis III. Sedangkan Hatshepsut adalah selir. Ketika Tuthmosis II meninggal, otomatis kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan Tuthmosis III. Dia pun dilantik menjadi Firaun pada 1476 SM.

Namun, saat itu dia masih kanak-kanak, sehingga kerajaan dikendalikan para menterinya. Hatshepsut lantas merebut kekuasaan Tuthmosis III. Dia kemudian menahbiskan dirinya sebagai Firaun yang berkuasa penuh selama 15 tahun (1473-1458 SM) sebelum akhirnya direbut kembali oleh Tuthmosis III yang melanjutkan kekuasaan sampai meninggal pada 1425 SM.

Selama kekuasaannya, Hatshepsut mencitrakan dirinya sebagai Firaun laki-laki. Karena itu, patung-patung di Kuil Hatshepsut menggambarkan dirinya mengenakan mahkota Firaun bertumpuk dua sebagaimana para Firaun laki-laki. Bahkan, patungnya diberi jenggot panjang, meski bentuk badannya feminin.

Di sebelah kiri Kuil Hatshepsut terdapat dua kuil lain, yaitu Kuil Tuthmosis III dan Kuil Amenhotep II -Firaun yang berkuasa setelah Tuthmosis III. Di ruang bagian paling dalam, ruang peribadatan utama, terdapat patung Dewa Matahari, Amun Ra. Memang, secara keseluruhan, kawasan itu merupakan kompleks kuil tiga generasi Firaun. Yakni, Hatshepsut, Tuthmosis III, dan Amenhotep II.

Tapi, yang masih tegak berdiri dengan kukuh dan paling utuh adalah Kuil Hatshepsut. Meski, saat berkuasa kembali, Tuthmosis III sempat menghancurkan peninggalan Hatshepsut. Karena dendam dikudeta, anak tiri Hatshepsut itu merusak patung-patung ibu tirinya.

Kendati dirusak, para arkeolog berhasil menemukan kembali serpihan-serpihannya sehingga sejumlah patung Hatshep sut bisa direkonstruksi kembali dengan baik. Hasil rekonstruksi itu kemudian ditempatkan di lokasi aslinya, di pilar-pilar bagian depan kuil sebagai Firaun perempuan berjenggot yang mengenakan mahkota Firaun laki-laki.

Kekuasaan Firaun perempuan itu berakhir dengan kematian yang misterius. Ada yang memperkirakan dia dibunuh Tuthmosis III. Muminya sempat tidak teridentifikasi selama bertahun-tahun dan disimpan di gudang Museum Mesir kuno di Kairo.

Sampai akhirnya ada kepastian bahwa mumi itu merupakan mumi Hatshepsut. Kini, mumi Hatshepsut dipajang bersama mumi-mumi Firaun lainnya seperti Ramses II, Seti I, dan Firaun laki-laki lainnya. Tentu saja, mumi Hatshepsut terlihat sebagai mumi perempuan karena sudah tidak mengenakan mahkota double-crown dan tidak berjenggot seperti patung-patungnya.

***

Dari kisah Hatshepsut itu, terbetik pelajaran bahwa perbuatan tidak baik tidak akan pernah melahirkan kebaikan. Kejahatan berbalas kejahatan. Keserakahan akan berbalas keserakahan pula. Juga, kekerasan akan berbalas kekerasan. Allah mengajarkan hukum alam yang telah diciptakan-Nya dengan adil ini kepada umat manusia. Barang siapa berbuat baik, kebaikan itu untuk dirinya sendiri, barang siapa berbuat jahat, balasan atas kejahatan itu pun untuk dirinya sendiri, dan Allah tidak pernah menganiaya hamba-hamba(Nya) (QS 41: 46).

Bahkan, secara tegas, Allah menyatakan bahwa rencana jahat tidak akan ke mana-mana, kecuali akan kembali kepada yang melakukannya. ''Rencana jahat tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) hukum (Allah yang telah terjadi) kepada orang-orang yang terdahulu...'' (QS 35: 43). (bersambung/ari)

Koreksi

Dalam laporan ekspedisi kemarin (20/8), ada kesalahan penulisan yang perlu dibetulkan. Pada alenia ke-4 tertulis, ''Merneptah, buah perkawinannya dengan Nefertari.'' Yang benar adalah Nerferati. Nefertari adalah permaisuri Ramses II, sedangkan Nerferati adalah selir Ramses II.

Pada alenia ke-8 tertulis, ''Suku Nubia berhasil merebut kekuasaan Ramses II dan menjadi dinasti ke-25.'' Yang benar ...merebut kekuasaan Firaun...


JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWA POS, 21 AUGUST 2010
Source : http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=151524

Habib Hasan Muhammad Baharun, Ulama Besar Asal Bondowoso Semasa Hidup

Saking Luasnya Pengetahuan Dijuluki Kamus Berjalan

Habib Hasan Muhammad Baharun, 95, salah satu ulama asal Bondowoso, telah meninggal dunia Sabtu malam kemarin (28/8). Habib Baharun termasuk habib tertua di Indonesia. Dia hidup di enam generasi, mulai dari zaman Belanda, Jepang, Kemerdekaan RI, Orla, Orba, hingga era Reformasi. Bagaimana kiprahnya semasa hidup?

Eko Gugah Saputro, Bondowoso

---

RIBUAN warga yang bertakziah, tampak menyemut di sebuah tanah lapang di depan rumah Habib Hasan Muhammad Baharun, 95, di Kampung Arab, Kelurahan Kademangan, Kecamatan Bondowoso, Minggu sore kemarin (29/8).

Habib Baharun, demikian masyarakat luas menyebutnya, telah wafat pada Sabtu malam di Rumah Sakit Daerah (RSD) dr Soebandi Jember. Habib Baharun meninggal dunia setelah mendapat perawatan intensif selama tiga pekan dari para dokter.

Saat prosesi pemakaman, tampak warga berebut mengusung keranda. Selanjutnya, para pentakziyah membawa jasad Habib Baharun ke Masjid Al Awwabin, yang jaraknya sekitar 300 meter dari rumah Habib Baharun untuk disalati. Bahkan, tampak putra sulung Habib Baharun, yaitu Prof Dr Muhammad Bin Hasan Baharun, yang notabene adalah Rektor Unas Bandung, memberikan kata sambutan. Termasuk, Bupati Bondowoso Amin Said Husni memberikan sepatah dua patah kata.

"Kita telah kehilangan ulama besar, yang levelnya bukan saja nasional. Tetapi, levelnya sudah bertaraf internasional," kata Prof Dr Muhammad Bin Hasan Baharun kepada para jamaah yang memadati ruangan Masjid Al Awwabin.

Selanjutnya, Prof Dr Muhammad Bin Hasan Baharun menjelaskan, jika ayahandanya dalam mendidik anak-anaknya tidak pernah emosional. "Abah saya, tidak pernah marah-marah. Beliau sangat sabar sekali," katanya.

Bahkan, kata Prof Dr Muhammad Bin Hasan Baharun, meski dirinya bergelar professor dan doktor, jika dibandingkan dengan kekayaan intelektual ayahandanya, dirinya tidak berarti apa-apa. Ayahandanya juga hidup dalam kesederhanaan. "Tidak punya kekayaan material atau duniawi. Beliau hidup sederhana sekali," katanya. Oleh sebab itu, masyarakat merasakan kehilangan yang sangat besar.

Sementara itu, para murid Habib Hasan Muhammad Baharun, yaitu KH Maksum TR dan KH Muis TR menyatakan sangat kehilangan gurunya itu. "Beliau itu merupakan maha guru para ulama," kata KH Maksum TR kepada RJ. Bahkan, kata KH Maksum TR, ulama besar asal Saudi Arabia, yang juga merupakan gurunya, yaitu (alm) Sayyid Al Maliki menyatakan, bahwa Hasan Muhammad Baharun adalah kamus berjalan. "Sebab, beliau itu memang sangat luas pengetahuan agamanya," katanya.

Selanjutnya, KH Maksum menyatakan, sejak usia 15 tahun, Habib Hasan Muhammad Baharun mengajar di Gresik, Surabaya, kemudian ke Bangil, Banyuwangi, dan Bondowoso. Habib Hasan Muhammad Baharun merupakan pakar bahasa atau sastra Arab, ahli tafsir, dan ushul fiqih.

"Juga, pernah sebagai dosen luar biasa Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI), dan penasehat Rabithah Huffad Indonesia Pusat," katanya. (*)

Senin, 30 Agustus 2010

Mumifikasi, Otak dan Isi Perut pun Dikeluarkan

MASIH tentang Necropolis alias Kota Pekuburan, Memphis. Di kawasan yang membentang sepanjang puluhan kilometer itu ternyata tidak ditemukan artefak istana Firaun secara signifikan. Justru yang ditemukan adalah kompleks pemakaman. Ini terkait dengan filosofi masyarakat Mesir kuno yang memandang kehidupan sesudah mati jauh lebih penting dibandingkan dengan kehidupan sekarang.

Kebanyakan raja Mesir kuno bersegera menyiapkan kuburannya sesaat sesudah dilantik sebagai raja. Hari ini dilantik, hari ini juga dia merancang pekuburan. Baik dalam bentukmastaba -tumpukan batu sederhana- atau piramida yang spektakuler. Atau dalam bentuk perbukitan yang disulap menjadi Valley of The King. Istana raja dibuat dari bahan-bahan yang mudah hancur, seperti batu bata atau semacam tanah yang diperkeras. Tetapi, makam dibuat dari bebatuan yang tahan lama.

Para penganut agama pagan menyiapkan kehidupan sesudah mati sebaik-baiknya. Mereka membuat piramida yang berbentuk lancip ke arah langit dengan harapan, itu bisa mengumpulkan energi alam semesta yang memberikan kekuatan abadi bagi jenazah yang dimakamkan di dalamnya. Mereka yakin bahwa tubuh yang telah mati akan dipakai kembali saat hidup di alam keabadian. Karena itu, harus dipersiapkan sesempurna mungkin.

Orang Mesir kuno adalah pionir dalam pembuatan mumi. Proses mumifikasi sudah mulai dikenal sekitar 4.000 tahun SM. Saat itu orang Mesir melakukan mumifikasi secara alamiah dengan memanfaatkan padang pasir yang panas dan kering. Para arkeolog menemukan mumi kering semacam itu di kawasan padang pasir Mesir, di sebuah mastaba alias ruang bawah tanah bertumpuk dari bebatuan. Kini, mumi yang posisinya tertelungkup itu disimpan dan dipamerkan di British Museum, London.

Tetapi, sejak 2.600 SM, para dokter Mesir kuno menemukan teknik mengawetkan jenazah yang kemudian dikenal sebagai mumifikasi. Dan, dari masa ke masa teknologinya terus bertambah maju. Sehingga, teknik itu tidak hanya dilakukan orang-orang Mesir, tetapi juga oleh orang-orang Romawi saat mereka menguasai Mesir di peralihan abad Masehi selama ratusan tahun. Juga orang-orang bangsa lain hingga abad modern. Maka, kini kita bisa menyaksikan jenazah sejumlah tokoh dunia diawetkan dengan cara dibalsem. Di antaranya Deng Xiaoping, Lenin, dan sejumlah Paus Vatikan.

Di zaman Mesir kuno, mumifikasi merupakan bagian dari prosesi agama pagan yang mengiringi kematian seorang tokoh. Maka, suasananya bukan hanya medis, melainkan juga mistis. Prosesi itu dipimpin seorang pendeta dan tim ahli pembuat mumi.

Jasad tokoh yang meninggal dibawa dengan keranda ke sebuah ruang khusus mumifikasi dan menjalani proses itu hingga sekitar 70 hari sebelum siap dimakamkan. Ketua timnya disebut ''Controller of The Mysteries'' yang mengetahui ramuan rahasia mumifikasi. Di antaranya, menurut para arkeolog, ada tujuh jenis minyak rahasia yang belum terkuak bahannya sampai sekarang.

Ketua tim pembuat mumi memakai topeng serigala hitam sebagai simbol Dewa Anubis, yaitu dewa penjaga Necropolis. Dia dibantu beberapa asisten yang biasanya adalah pendeta, sambil melagukan nyanyian-nyanyian khusus selama proses pembuatan mumi, menyiapkan kain, dan mengafaninya.

Di dalam ruang khusus itu, tim memandikan jasad dengan air dicampur garam Natron. Kemudian jasad dibawa ke ''meja operasi'' bernama Wabet untuk pengeluaran organ dalam perut dan otak dari kepala. Otak dikeluarkan dengan cara menyedotnya dengan pipa besi dari lubang yang dibuat di bagian hidung atau tengkuk.

Untuk mengeluarkan organ-organ dalam tim membuat sayatan di perut. Setelah itu, organ-organ itu dimasukkan ke dalam empat vas khusus yang ada tutupnya. Hanya jantung dan dua buah ginjal yang tidak dikeluarkan. Ketiga organ itu dibiarkan tetap berada di dalam tubuh karena membentuk segitiga piramida yang dipercaya memberikan keabadian kepada tubuh jenazah. Jantung dipercaya akan ditimbang saat hari perhitungan untuk menentukan baik-buruknya balasan di alam keabadian.

Sedangkan organ-organ lain dimasukkan ke empat vas yang diberi hiasan gambar anak-anak Dewa Horus. Paru-paru masuk vas yang berhiaskan Hapi, yaitu dewa berkepala monyet babon. Lambung masuk vas Duamutef, dewa berkepala serigala. Hati atau liver masuk vas bergambar Imheti, sebentuk kepala manusia. Sedangkan usus masuk vas Qebehsunuef, dewa berkepala elang. Keempat vas itu nanti dikubur bersama jasadnya, karena dipercaya akan kembali kepada tubuh saat dihidupkan kembali.

Setelah itu, tubuh jenazah dilumuri garam Natron untuk proses pengeringan selama 40 hari. Rongga perut yang sudah kosong diisi kapas atau kain. Berikutnya, jenazah dilumuri lagi dengan The Seven Secret Oil serta cairan khusus, wewangian lotus, resin, dan sebagainya sampai sekitar 70 hari. Setelah selesai, jenazah dibalut dengan kain kafan, dengan posisi tangan menyilang di depan dada. Juga diselipkan berbagai azimat untuk melindunginya selama perjalanan menuju alam keabadian.

Terakhir, wajah sang mumi ditutupi dengan topeng yang dibuat persis dengan wajah aslinya. Hal itu agar ''ka'', sang ruh, mengenalinya kembali saat memasuki jasadnya. Setelah itu, jenazah yang berkafan dimasukkan ke peti mati berlapis-lapis agar tidak terganggu oleh binatang di dalam tanah ataupun manusia yang bermaksud jahat. Di sepanjang dinding makamnya dipahatkan sejumlah gambar untuk memandu orang yang mati itu agar tidak ''tersesat'' menuju alam keabadian. Gambar-gambar itu kemudian dikenal sebagai Kitab Kematian.

***

Semua manusia bakal mengalami kematian. Secara instinktif kita meyakini bahwa hidup di dunia ini bukanlah satu-satunya kehidupan. Ada sebuah kehidupan lain yang bakal kita jalani sebagai kelanjutannya. Karena itu, kita harus mempersiapkannya sejak dini. Hanya orang-orang yang keras kepala yang menyimpulkan bahwa dunia adalah satu-satunya kehidupan. Dia telah menentang bisikan nuraninya bahwa kehidupan dunia sebenarnya kehidupan yang belum selesai.

Allah mengingatkan hal ini kepada manusia, siapa pun dia, bahwa setelah kematian ada kehidupan lain yang lebih panjang waktunya. Di sanalah kita bakal menuai hasil perbuatan selama di dunia. Karena itu, jangan sampai kita lupa diri di sini dan baru menyesal setelah kita berada di alam baka. Tak ada gunanya.

''Dan (alangkah ngerinya) ketika kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepala di hadapan Tuhannya (di akhirat): Ya Tuhan kami, kini kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan berbuat kebajikan, sungguh kami meyakininya (sekarang)'' (QS. 32: 12).

JELAJAH SUNGAI NIL by AGUS MUSTOFA
JAWAPOS, 29 AUGUST 2010